Welcome to all passangers! Read carefully, enjoying with my mind!

Selamat datang di blog saya. Apakah anda pernah merasakan manisnya jatuh cinta? Di saat anda merasakan perasaan seperti itulah, anda harus bersiap diri untuk merasakan kepahitannya.

Kamis, 23 November 2017

Belajar dari Sebuah Impian

Halo kalian semua! Apa kabar? Kamis pagi ditemani suasana sejuk karena hujan mengguyur sejak shubuh. Kalau hujan-hujan kayak gini, kalian sering merasakan ingin flash back ke masa lalu nggak sih? Bicara tentang flash back masa lalu, aku akan mengulik kembali cita-cita di masa lalu yang pernah terucap. Apakah sesuai dengan kenyataan di masa yang sekarang? Atau bisa jadi tercapai di masa yang akan datang? Siapa yang tahu kecuali kita dan Tuhan, Maha membolak-balikkan hati. Sebenarnya aku mau memasukan tulisan ini ke kategori author picked, tapi rasanya bukan termasuk kategorinya deh. Hehehe yaudah lah ya. Anggap aja ini adalah daftar cita-citaku dari aku SD sampai sekarang.

Dokter
Cita-cita yang tiap ditanyakan oleh guru TK dan SD, "Besok siapa yang mau jadi dokter? Siapa yang mau jadi polisi? Siapa yang mau jadi tentara? Siapa yang mau jadi presiden?" Dan jawabannya adalah "Saya, Buuuuu..." sambil tinggi-tinggian mengacungkan jari telunjuk ke atas. Ya nggak? Bohong kalau nggak pernah ditanya mengenai cita-cita.
Menjadi dokter ini merupakan cita-citaku saat duduk di bangku SD dan SMA. Hah SMA? Iya jadi ceritanya sewaktu naik tingkat ke kelas 11 SMA kan udah penjurusan. Nah aku ambil penjurusan IPA dan dari situlah terbesit keinginanku untuk menjadi dokter. Pengen jadi dokter gara-gara masalah penjurusan. Emm... nggak juga sih. Ada yang bilang kalau penjurusan IPA itu fleksibel waktu pendaftaran SNMPTN. Kalian bisa mendaftar di jurusan sosial maupun alam sekaligus. Itu pas jamanku ya. Nggak tahu kalau kurikulum sekarang apakah masih sama seperti dahulu atau tidak.

Penulis
Setelah bosan dengan predikat keinginan menjadi dokter selama enam tahun lamanya, aku pun beralih ke cita-cita menjadi penulis. Keinginan ini muncul saat para ABG menggandrungi novel Harry Potter dan novel-novel karya Raditya Dika yang berjudul Kambing Jantan. Aku terbawa tren saat itu. Selain itu, ada cerita dibalik kenapa aku lebih memilih menjadi penulis. Dikarenakan pada saat memasuki bangku SMP, aku merupakan anak yang cenderung introvert ke teman-teman sebaya. Bisa dikatakan aku tidak berteman dengan banyak orang. Dari situlah aku lebih menyukai menulis segala unek-unekku pada saat itu.
Untuk mengeluarkan segala unek-unek tersebut aku punya diary pribadi. Bukan pribadi banget sih, ada satu teman yang mengetahui diary ini. Aku sering bertukar pikiran bersama temanku ini menggunakan diary. Bisa dikatakan diary ini adalah sharing diary antara aku dan teman sebangku saat SMP. Jangan kira diary ini berbentuk seperti diary yang biasanya. Aku dan temanku hanya butuh buku merk kiky untuk dapat dijadikan sebuah diary antara dua teman sebangku. Namun saat aku mencoba mengontak temanku untuk menanyakan dimana diary tersebut, ternyata sudah hilang bersama abu.
Sayangnya, cita-cita ini nggak sejalan dengan usaha. Aku yang waktu itu bercita-cita menjadi seorang penulis, tidak memiliki kepercayaan diri yang lebih untuk menunjukkan hasil tulisanku kepada publik.

Musisi
Jangan kaget ya kalau dulu aku pernah memiliki cita-cita sebagai musisi yang bisa naik panggung impian ditemani bintang-bintang dari lampu sorot nan indah. Halah. Ini bermula ketika aku masuk dalam kegiatan tambahan di luar jam sekolah. Waktu itu ada kelas seni musik dan salah satu guru seni musik tersebut mengatakan kalau setiap kenaikan kelas akan diadakan pentas seni. Aku yang paling gagap dan nggak bisa menggunakan alat musik, akhirnya memutuskan untuk mengikuti les musik dan mengambil alat musik gitar. Percayalah dulunya aku jago gitar. Kalau sekarang sih udah nggak. Soalnya udah berhenti sejak masuk SMA.
Masih ingat banget waktu itu dapat tentor namanya Mbak Fia. Halo, Mbak Fia. Mungkin mbak nggak ingat sama aku, tapi aku masih tetap ingat kok sama Mbak. Tiap les diajarin sampai bener-bener bisa "nge-gitar", pernah dimarah-marahin sampai bete abis. Tetapi aku tahu kok semuanya dilakukan untuk membuatku menjadi lebih baik.

Diplomat
Nggak perlu berlama-lama terbuai dengan cita-cita sebagai penulis maupun musisi gagal karena bakat musik aku yang stuck di nada do re mi fa sol la si do doang. Masih ada cita-cita lain yang terpikirkan olehku pada saat itu. Jadi ceritanya adalah keingininanku untuk menjadi diplomat. Sebenarnya ini merupakan cita-cita cadangan setelah menjadi dokter. Bisa jadi cita-cita ini muncul saat aku masih duduk di bangku SD dan selalu kepikiran sampai sekarang.
Kalau dulu ditanya kenapa pengen jadi diplomat, jawabannya adalah "Enak bisa kerja sambil jalan-jalan ke luar negeri. Bisa lihat salju nanti." Yap motivasi jadi diplomat ala-ala anak masih kurang umur. Bisa kerja sambil lihat salju. Kalau seumuran sekarang menjawab pertanyaan tersebut dengan jawaban serupa, yakin 100 bahkan 1000 persen bakal diketawain. Oke ini garing, ngga lucu sama sekali.
Seperti yang kukatakan di atas tadi kenapa masih sering kepikiran untuk menjadi seorang diplomat. Emm sebenarnya alasan ini muncul ketika aku pernah mengunjungi kantor KBRI di salah satu negara di Asia Timur. Mereka berbagi cerita dengan kami yang sedang melakukan perjalanan studi pertukaran  budaya. Terutama cerita mengenai usaha yang mereka lakukan untuk membantu sesama warga negara yang tinggal di sana. Bukan semata-mata untuk mendapatkan predikat bisa bekerja di luar negeri saja, melainkan mereka memiliki tanggung jawab besar untuk melindungi WNI dan merepresentasikan bangsa di luar negeri. Kalau mereka bisa membantu, kenapa aku yang masih muda ini tidak bisa?

Hacker
Selanjutnya adalah hacker. Pekerjaan yang sempat aku cita-citakan selepas SMA. Ini juga yang membawaku untuk masuk ke jurusan serupa. Duh. Berawal dengan kesukaanku terhadap drama Korea yang dibintangi oleh pacar aku yaitu Lee Minho. Hai sayang! Mwehehehe. Kalian tau drama Korea judulnya City Hunter nggak sih? Nah di situ kan ceritanya Minho ditugaskan di kantor presiden di bagian keamanan. Dari situlah muncul pikiran, "Wah keren nih!"
Padahal kenyataannya adalah mata kuliah di jurusan tersebut sulit-sulit semua. Kapok dan dengan berat hati aku harus melepaskan cita-cita yang keren ini.

Yap itulah deretan lima besar cita-cita yang pernah mewarnai dan memotivasi hidupku untuk menjadi sosok yang selalu ingin belajar hal baru. Ada beberapa cita-cita yang saat ini justru menggiringku untuk percaya diri terhadap apa yang aku hasilkan. Sebagai contoh adalah cita-cita saat aku menjadi penulis. Aku pernah mengatakan kalau aku tidak percaya diri dan pernah menjadi seseorang introvert pada masa itu. Saat ini aku justru dapat membangun rasa percaya diri tersebut dengan cara, ya seperti ini. Aku menulis di blog dan membagikan berbagai pengalaman untuk kalian. Selain itu, aku juga dapat belajar bagaimana orang-orang membantu sesama untuk mewujudkan persatuan dan kesatuan sebuah bangsa.
Aku tidak terlalu memikirkan seberapa banyak pekerjaan yang pernah aku cita-citakan sebelumnya. Bagiku adalah tidak masalah seberapa banyak yang kau impikan, namun ingatlah untuk fokus pada satu tujuan yang akan mengubah dirimu menjadi orang yang berguna bagi orang lain. Inilah yang disebut dengan belajar dari sebuah impian yang belum sempat tercapai. Sesungguhnya apa yang belum bahkan tak tercapai pada saat itu, suatu saat akan memberikan dampak yang lebih baik di kemudian hari. Pesan terakhir untukku kepada kalian semua, just be yourself and find your true passion uwahahaha.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar