Awan pekat telah membumbung di atas rumahku. Bulan nan manis itu hilang entah kemana. Aku menanti senyum hangatnya. Disini aku terdiam sejenak, membuka ingatanku di masa lalu. Masa dimana aku menemukan sahabat, teman, saudara hingga musuh terjahil sekalipun. Aku memaksa untuk tidur, akan tetapi mata ini masih enggan untuk terlelap di ranjang hangatku itu. Sekali lagi, aku terbayang akan suasana sekolah.
Waktu itu... aku masih bisa merasakan rok abu-abu yang menjadi kebanggaanku melekat erat di perutku, baju kurung berwarna putih yang dahulunya sangat putih dan kini telah kusam karena waktu menempel disekujur tubuhku, dan kerudung dengan bentuk segi empat yang menjaga auratku. Seragam-seragam tersebut setia menemaniku selama 3 tahun. Terik matahari di kala siang menyengat, hujan deras di kala angin berhembus kencang, seragam itu seakan tetap melindungiku. Dia (seragam) seperti pengawal abadi. Tapi kini, yang tersisa hanyalah lipatan seragam yang sangat rapi. Ku pandang sejenak. Seragam putih itu telah berubah menjadi seragam yang penuh dengan corat-coret sisa euforia kelulusan angkatan 2012 kemarin.
Waktu itu... aku masih bisa menuliskan catatan-catatan penting di buku bergaris. Halaman pertama buku tersebut aku bubuhkan kalimat "Mutiara R. D. Masyitha" dan "XII IPA 2/001" dan terkadang aku menuliskan nama seseorang yang pernah membuat jantungku berdebar kencang. Aku ingat pelajaran-pelajaran saat SMA dahulu. Matematika, Fisika, Biologi, Kimia, Aqidah, Akhlak, hingga mempelajari bahasa surga yakni Bahasa Arab. Buku-buku itu menjadi suplemen tersendiri bagiku. Tanpa buku berharga itu mungkin aku akan kalap dengan sendirinya. Kini, buku itu sudah dikemas di dalam kardus, ditata dengan rapi dan dijadikan satu oleh ibuku. Buku yang tadinya kosong sekarang penuh akan coretan ilmu pengetahuan.
Waktu itu... aku masih bisa bercanda dengan sahabat terbaikku. Menari di kelas, belajar bersama, hang out bersama. Putri Ramadhina, Vita Widya Septiani, Septa Gugi Rianda. Mereka semua sudah seperti saudara perempuanku sendiri. Awal pertemanan itu bermula di kelas paling pojok. Aku berkenalan dengan Dindot, wanita paling pintar yang pernah ku kenal. Perkenalan tersebut semakin mengakrabkan aku dengan Vita dan Septa. Awalnya aku mengira bahwa mereka berdua adalah kembar! Mungkin tanpa mereka aku tak bisa menemukan sosok sahabat yang layaknya seperti mereka. Meskipun terhalang oleh jarak dan waktu, aku percaya persahabatan tak akan pudar termakan waktu yang seiring berjalan terus menerus.
Waktu itu... aku masih bisa mencicipi hidangan lezat di kantin sekolah. Mie ayam Pak Ikin, Bakso, Soto MakNyak, nasi kucing seharga dua ribuan hingga lidi-lidian yang dapat membuat bibirmu menjadi merah karena pedasnya yang tak bisa ditawar. Hidangan yang dapat mengenyangkan perutku ini sangat berjasa bagiku. Tadinya sangat merasakan kelaparan sekarang menjadikan perutku kenyang. Sayang sekali, kini aku tak bisa merasakan hidangan lezat tersebut sepuasnya. Aku hanya dapat memandangi anak-anak SMA yang sedang menikmati makanan itu dari lapangan basket.
Aku terbangun dari lamunan nan indah itu. Kawan, meskipun kita terpisahkan akan tetapi solidaritas kita akan tetap terikat kuat. Kejarlah mimpi kalian!! Aku merindukan kalian :')
Tidak ada komentar:
Posting Komentar